Beranda | Artikel
Mengenal Nama Allah Al-Lathif
Sabtu, 14 Desember 2024

Segala puji bagi Allah, Rabb yang Mahalembut (Al-Lathif), yang ilmu dan kasih sayang-Nya meliputi segala sesuatu. Selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Nama Allah Al-Lathif mengandung makna kelembutan, ketelitian, dan kasih sayang yang sangat luas. Artikel ini akan membahas dalil-dalil, kandungan makna, serta konsekuensi dari nama Allah Al-Lathif bagi seorang hamba. Semoga tulisan ini menguatkan keimanan kita kepada-Nya.

Dalil nama Allah “Al-Lathif

Nama Allah Al-Lathif disebutkan sebanyak tujuh kali dalam Al-Qur’an, di antaranya:

Pertama: Surah Al-An’am ayat 103

Allah Ta’ala berfirman,

لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang terlihat, dan Dialah Yang Mahalembut lagi Maha Mengetahui.”

Kedua: Surah Yusuf ayat 100

Allah berfirman,

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِّمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Sesungguhnya Rabb-ku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

Ketiga: Surah Al-Mulk ayat 14

Allah berfirman,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Apakah Allah yang menciptakan tidak mengetahui? Dan Dia adalah Yang Mahalembut lagi Maha Mengetahui.” [1]

Kandungan makna nama Allah “Al-Lathif

Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-Lathif” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.

Makna bahasa dari “Al-Lathif

Secara bahasa, lathafa (لَطَفَ) menunjukkan makna kelembutan serta sesuatu yang kecil atau halus.

Ibnu Faaris (wafat 395 H) mengatakan,

(‌لَطَفَ) اللَّامُ وَالطَّاءُ وَالْفَاءُ أَصْلٌ يَدُلُّ عَلَى رِفْقٍ وَيَدُلُّ عَلَى صِغَرٍ فِي الشَّيْءِ. فَاللُّطْفُ: الرِّفْقُ فِي الْعَمَلِ ; يُقَالُ: هُوَ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ، أَيْ رَءُوفٌ رَفِيقٌ.

(Lathafa) huruf lam, tha, dan fa; memiliki asal makna yang menunjukkan kelembutan serta sesuatu yang kecil atau halus. Maka, al-luthf adalah kelembutan dalam bertindak.
Dikatakan, ‘Dia adalah lathîf terhadap hamba-hamba-Nya,’ yang berarti penuh kasih dan kelembutan.[2]

Ibnu Mandzur (wafat 711 H) mengatakan,

يُقَالُ: ‌لَطَفَ بِهِ وَلَهُ، بِالْفَتْحِ، يَلْطُفُ لُطْفاً إِذَا رَفَقَ بِهِ.

Dikatakan, ‘Lathafa bihi wa lahu, yalthufu luthfan’ ketika ia bersikap lembut kepadanya.[3]

Al-Lathif (اللطيف) adalah ism fa’il (pelaku) dari lathafa. [4]

Makna “Al-Lathif” dalam konteks Allah

Nama Allah “Al-Lathîf“, terkandung tiga makna [5]:

Pertama: Allah yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu

Al-Lathif berarti Mahalembut dalam ilmu-Nya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, meskipun hal tersebut sangat halus, kecil, atau tersembunyi.

Kedua: Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman

Dia melimpahkan kebaikan dan kasih sayang kepada mereka dengan cara yang tidak mereka sadari, serta memberi rezeki dari arah yang tidak mereka sangka.

Qatadah berkata,

قوله: (إنّ ربي لطيفٌ لما يشاء) لطفَ بيُوسفَ وصَنَع له، حتى أخْرجه مِنَ السِّجن وجاء بأهْله مِنَ البَدْو، ونَزَع منْ قلبه نَزَغَ الشيطان، وتَحْريشَه على إخْوته.

Tentang firman Allah, ‘Sesungguhnya Rabb-ku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki.’ bahwa Allah telah berbuat lembut kepada Yusuf, mengatur urusannya, mengeluarkannya dari penjara, mendatangkan keluarganya dari padang pasir, menghilangkan bisikan dan hasutan setan dari hatinya terhadap saudara-saudaranya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsîr, 13:48 dengan sanad yang hasan) [6]

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Si’diy mengatakan,
“‘Al-Lathif’ adalah Dia yang ilmu-Nya meliputi segala yang tersembunyi dan rahasia, memahami hal-hal yang kecil, tersembunyi, dan mendalam. Dia Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman, yang menyampaikan kebaikan kepada mereka melalui kelembutan dan kemurahan-Nya dari arah yang tidak mereka sadari. Nama ini bermakna seperti ‘Al-Khabîr’ (Maha Mengetahui) dan ‘Ar-Ra’ûf’ (Maha Penyayang).” [7]

Ketiga: Allah yang Mahalembut sehingga tidak bisa dijangkau oleh penggambaran (kaifiyyah)

Tentang makna ini, Ibnul A’rabi (wafat 231 H) berkata,

ويُقال: هو الذي لَطُفَ عن أنْ يُدْركَ بالكَيْفية. وقد يكون اللطف بمعنى: الرِّقةِ والغُمُوض

Dikatakan bahwa Dia Mahalembut sehingga tidak dapat dijangkau oleh cara pandang atau penggambaran. Luthf juga bisa bermakna kelembutan dan ketidakjelasan (dalam arti sangat halus).” [8]

Konsekuensi dari nama Allah “Al-Lathif” bagi hamba

Penetapan nama “Al-Lathif” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba:

Pertama: Seorang hamba harus beriman bahwa ilmu Allah mencakup segala sesuatu

Ilmu Allah mencakup segala sesuatu, baik yang kecil, halus, maupun tersembunyi, bahkan yang berada di tempat yang sangat jauh. Allah Ta’ala berfirman,

وعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

“Dan di sisi-Nya kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, tidak pula sesuatu yang basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata.” (QS. Al-An’am: 59)

Dalam firman-Nya tentang nasihat Lukman Al-Hakim kepada anaknya,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“Wahai anakku! Sesungguhnya jika ada sesuatu (perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu besar, di langit, atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya balasan. Sesungguhnya Allah Mahalembut, Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16)

Allah, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya, bahkan biji sawi sekalipun (biji yang sangat kecil dan ringan) jika ia berada dalam batu besar, di dasar bumi, atau di langit, pasti Allah akan menemukannya dan mendatangkannya. Sebab, Dia adalah Al-Lathîf (Mahalembut) dan Al-Khabîr (Maha Mengetahui). [9]

Kedua: Seorang hamba harus mengimani bahwasanya Allah Mahalembut kepada hamba-hamba-Nya

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Si’di rahimahullah berkata,
“Makna kedua dari Al-Lathif adalah Dia yang menyampaikan karunia dan kebaikan kepada para wali-Nya dan hamba-hamba-Nya yang beriman melalui berbagai cara, baik yang mereka sadari maupun tidak, yang mereka inginkan maupun tidak, baik melalui apa yang mereka sukai maupun apa yang mereka benci. Dia Mahalembut kepada para wali-Nya, memudahkan mereka menuju kemudahan, menjauhkan mereka dari kesulitan, serta menetapkan takdir yang akhirnya mendatangkan manfaat besar bagi mereka. Sebagaimana Yusuf ‘alaihis salam berkata,

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ

Sesungguhnya Rabbku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki.’ (QS. Yusuf: 100)
Maksudnya, Allah menetapkan banyak hal di luar kehendak Yusuf yang pada awalnya tampak tidak menyenangkan, tetapi pada akhirnya membawa kebaikan besar baginya dan ayahnya. Perkara-perkara itu yang awalnya terasa berat berubah menjadi kenikmatan besar dan manfaat yang mulia.” [10]

Ketiga: Seorang hamba harus senantiasa mengintrospeksi diri terhadap ucapan, perbuatan, gerakan, dan diamnya.

Ketika seorang hamba menyadari bahwa Rabbnya memiliki sifat ilmu yang sangat mendetail dan meliputi segala hal kecil maupun besar, ia akan senantiasa menghisab dirinya atas segala ucapan, perbuatan, gerakan, dan diamnya. Sebab ia selalu berada di hadapan Al-Lathif (Yang Mahalembut) dan Al-Khabir (Yang Maha Mengetahui). Allah Ta’ala berfirman,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Apakah Dia yang menciptakan tidak mengetahui? Dan Dia Mahalembut, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14)

Allah akan memberikan balasan kepada manusia atas segala amal perbuatannya di hari kiamat. Jika amalnya baik, maka ia akan memperoleh kebaikan. Jika buruk, maka ia akan mendapatkan keburukan. Tidak ada satu pun amal mereka yang terlewatkan. Amal orang yang berbuat baik tidak akan hilang walau hanya sebesar biji atom, begitu pula amal buruk orang yang berbuat jahat.  [11]

Demikian, semoga Allah memerikan taufik-Nya kepada kita semua.

***

Rumdin PPIA Sragen, 4 Jumadilkhir 1446 H

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab


Artikel asli: https://muslim.or.id/101246-mengenal-nama-allah-al-lathif.html